Pilarberita.com – Banjir yang melanda jalur Pantura Semarang-Demak tahun ini kembali menjadi perhatian publik. Sejumlah sopir truk mengeluhkan kondisi jalan yang semakin parah akibat genangan air yang tak kunjung surut. Situasi tersebut berdampak pada kemacetan panjang dan kerusakan kendaraan yang melintas di wilayah tersebut.
Pantauan di kawasan Jalan Kaligawe, tepatnya di depan RSI Sultan Agung, menunjukkan deretan truk yang berhenti di bahu jalan karena mengalami kendala mesin. Beberapa kendaraan bahkan harus diderek setelah mesin tak lagi bisa dinyalakan akibat kemasukan air. Kondisi ini menyebabkan arus lalu lintas tersendat, terutama pada jam-jam sibuk siang hari.
Salah satu sopir truk, Anton, mengatakan mesin kendaraannya mendadak mati setelah menerobos genangan yang cukup tinggi. Ia memilih menunggu bantuan derek karena air sudah masuk ke bagian mesin dan menyebabkan kerusakan pada sistem pengapian. “Mesinnya kemasukan air, jadi mogok. Harus diperiksa dulu sebelum jalan lagi,” ujarnya.
Pengalaman serupa juga dialami banyak sopir lainnya. Eko, sopir asal Pati yang membawa muatan motor dari Jakarta ke Surabaya, menyebutkan bahwa sepanjang perjalanan di jalur Pantura, banyak truk yang mengalami kerusakan. Menurutnya, sebagian besar kendaraan mogok karena filter udara terendam air banjir.
“Banjir di Pantura tahun ini parah sekali, apalagi di Semarang. Biasanya paling parah di Kudus, tapi sekarang justru di Semarang yang paling dalam. Banyak truk mogok karena airnya bercampur dengan air asin dari rob,” tutur Eko. Ia menambahkan, kendaraan yang melewati jalur tersebut sebaiknya segera dicuci menggunakan air tawar untuk mencegah korosi pada komponen mesin.
Selain menyebabkan kerusakan kendaraan, banjir juga memicu kemacetan panjang. Didik, sopir berusia 54 tahun, mengaku pernah terjebak macet hingga empat jam hanya untuk menempuh jarak sekitar tiga kilometer. Ia mengatakan genangan air yang tinggi membuat sebagian pengendara terpaksa menunggu air surut atau mencari jalur alternatif melalui dalam kota.
“Kalau sudah kena banjir setinggi itu, mau tidak mau berhenti. Banyak sopir yang tidak berani nekat karena bisa bikin mesin rusak,” katanya.
Banjir yang terjadi di kawasan tersebut diperkirakan mencapai ketinggian antara 50 hingga 90 sentimeter. Babinsa Kelurahan Terboyo Kulon, Sertu Suliman, menyampaikan bahwa banyak truk kecil dan kendaraan beroda enam yang tidak bisa melanjutkan perjalanan akibat terendam. Sementara truk besar dengan roda delapan umumnya masih bisa melintas meski dengan kecepatan rendah.
“Ketinggian air di depan RSI Sultan Agung sekitar 50 sampai 90 cm. Banyak truk mogok karena sopir tidak tahu kondisi jalan di depan,” jelasnya.
Banjir yang semakin sering terjadi di jalur Pantura Semarang-Demak disebut-sebut merupakan dampak kombinasi antara curah hujan tinggi dan air pasang laut atau rob. Kondisi geografis yang berada di dataran rendah membuat kawasan tersebut rawan tergenang setiap musim penghujan tiba. Meski upaya pompanisasi telah dilakukan, volume air yang besar membuat proses penyurutan berjalan lambat.
Pemerintah daerah sebelumnya telah meminta optimalisasi pompa air serta perbaikan sistem drainase agar banjir tidak terus berulang. Namun, para pengguna jalan berharap langkah konkret segera dilakukan mengingat jalur Pantura merupakan urat nadi transportasi logistik di Pulau Jawa.
Para sopir berharap genangan air dapat segera surut agar aktivitas pengiriman barang kembali lancar. “Kami berharap ada solusi cepat. Jalur ini penting untuk ekonomi, tapi kalau banjir terus, semua jadi terhambat,” ucap salah satu sopir yang tengah menunggu bantuan di lokasi.
Dengan kondisi yang masih belum membaik hingga akhir Oktober 2025, banjir di jalur Pantura Semarang-Demak menjadi peringatan serius terhadap perlunya penanganan infrastruktur yang lebih menyeluruh. Tanpa langkah antisipatif, persoalan ini dikhawatirkan akan terus terulang dan berdampak luas pada distribusi logistik serta aktivitas ekonomi nasional.















