Jakarta – Sebuah video hoax jaksa penerima suap dalam sidang kerumunan dan tes swab Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur viral di media sosial. Ketua Dewan Kehormatan PD Hinca Pandjaitan meminta polisi bergerak.
“Saya berharap agar penyebar video tersebut cukup dipanggil oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini Polri, untuk diminta keterangan,” ujar Hinca kepada wartawan, Minggu (21/3/2021).
Kemudian, anggota komisi III DPR itu menyinggung soal surat edaran (SE) Kapolri nomor SE/2/II/2021 soal penanganan perkara UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). “Salah satu amanat SE tersebut adalah pendekatan restorative justice. Jadi, saya meminta agar kasus ini tidak perlu larut dalam waktu yang lama di wilayah peradilan,” terang Hinca.
Pihak kepolisian, kata Hinca, diharapkan dapat menilai perbuatan pelaku pembuat video secara adil. Hinca tak ingin mengintervensi polisi soal perkara video hoax ini.
“Namun ingin mengingatkan saja soal preseden baik yang telah dibangun oleh Kapolri (Jenderal) Listyo melalui SE tersebut,” lanjutnya.
Hinca mengatakan perlu ada terobosan untuk memberantas hoax, terutama yang berkaitan dengan UU ITE. Salah satunya terkait sanksi.
“Mungkin pelaku tersebut bisa saja diberi sanksi seperti, ia harus memproduksi konten mengenai kesadaran budaya beretika di medsos selama satu tahun. Para pengikutnya (followers) tentu akan melihat sanksi tersebut dengan nilai yang berbeda,” jelas Hinca.
“Jika biasanya pelaku memberitakan kabar hoax, kali ini pelaku mengisi time line media sosialnya dengan narasi-narasi anti hoax. Saya kira itu lebih bernilai dan bermanfaat,” lanjutnya.
Saran Hinca soal sanksi itu berkaitan secara tak langsung dengan tujuan penegakan hukum, yakni soal keadilan, soal kepastian, serta kemanfaatan. “Jadi, saran saya di atas dalam ruang lingkup penegakan hukum yang bertujuan untuk kemanfaatan,” imbuhnya.
Video tersebut menarasikan dengan voice over ‘terbongkar pengakuan seorang jaksa yang mengaku menerima suap kasus sidang Habib Rizieq Shihab, innalillah, semakin hancur wajah hukum Indonesia’. Video itu berdurasi 48 detik dengan menampilkan wawancara wartawan dengan seorang jaksa yang belakangan diketahui Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) Yulianto.
Potongan video itu memunculkan interaksi wawancara antara jaksa Yulianto dan wartawan.
‘Berapa yang ditangkap, Pak?’ kata wartawan.
‘Satu yang kita tangkap jaksa AM, yang kedua adalah AF, pemberinya,’ kata jaksa Yulianto.
‘Nominalnya?’ sahut wartawan.
‘Nominalnya 1,5, uangnya dalam bentuk pecahan rupiah dan pecahan rupiah Rp 100 ribu dan pecahan Rp 50 ribu,’ kata jaksa.
‘Ditemukan di?’ lanjut wartawan itu.
‘Ditemukan di tempat kos oknum jaksa,’ ungkap jaksa mengakhiri.
Kejagung lantas memberikan penjelasan. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut peristiwa dalam video itu terjadi pada November 2016. Leonard menerangkan, video itu tidak berkaitan dengan peristiwa sidang Habib Rizieq.
“Bahwa video penangkapan seorang oknum jaksa oleh tim saber pungli Kejaksaan Agung adalah peristiwa yang terjadi pada bulan November tahun 2016 yang lalu dan bukan merupakan pengakuan jaksa yang menerima suap kasus sidang Habib Rizieq Shihab,” kata Leonard.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md turut menanggapi perihal video hoax yang menarasikan seorang jaksa menerima suap pada sidang kerumunan dan tes swab Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Mahfud menyebut penyebar video hoax itu bisa diusut walaupun tidak termasuk delik aduan.
“Sengaja memviralkan video seperti ini tentu tentu bukan delik aduan, tetap harus diusut,” cuit Mahfud dalam akun Twitter resminya, Minggu (21/3).
Tonton video ‘Mahfud Minta Penyebar Hoax Jaksa Terima Suap Sidang Rizieq Diusut!’:
(isa/gbr)