Jakarta (4/2/2021). Undang-undang No 2 Tahun 2002 telah menjelaskan bahwa kepolisian memiliki fungsi melayani masyarakat selain juga fungsi-fungsi lainnya. Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan, ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sayangnya justru sering ditemui di lapangan adalah masih banyaknya masalah-masalah yang bertentangan dengan isi filosofis fungsi ideal kepolisian tersebut. Adalah bukan rahasia lagi kalau masih terdapat oknum-oknum anggota kepolisian yang tidak menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai bunyi UU serta Tribrata sebagai nilai dasar dan pedoman moralnya. Itulah sebabnya, tuntutan agar pihak kepolisian tetap terus berbenah dalam upaya meningkatkan pelayanan publik senantiasa menghiasi berita-berita di media massa dan mengesankan masih banyak yang perlu dibenahi.
Tugas kepolisian dan masalah layanan Masyarakat
Ada banyak pengaduan masuk dari masyarakat atas lamanya pengaduan diproses. Demikian juga transparansi sulit didetek akibat ketidakpaduan antarbagian yang menangani masalah-masalah tertentu. Meskipun masyarakat dapat memberikan pengaduan secara online, namun hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Penerapan teknologi terintegrasi sebagai program strategis yang baru, jelas akan meningkatkan proses percepatan penyelesaikan kasus-kasus yang masuk dan memudahkan penanganannya. Keluhan atas pelayanan kepolisian sepanjang 2017, antara lain tampak pada pada laporan Ombudsman perwakilan Sumut. Menurut Anwar Sadat, ada sekitar 283 laporan menyangkut masalah yang berhubungan dengan pelayanan kepolisian. Menurut Kepala Ombudsman perwakilan Sumut Drs. Abyadi Siregar, masyarakat menyampaikan keluhan mereka melalui surat atau email karena mereka merasa tidak puas dengan kinerja kepolisian setempat.
Berbagai cara mewujudkan pelayanan publik kepolisian yang baik bukannya tidak pernah dilakukan sebelumnya, terutama menyangkut upaya strategis pemeliharaan keamanan, pemeliharaan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayom dan pelayanan masyarakat seperti juga di negara manapun. Lembaga kepolisian di manapun, selalu menghadapi persoalan-persoalan bagaimana dapat meningkatkan kinerjanya yang berat dan senantiasa ditantang oleh perkembangan-perkembangan baru.
Menurut Anthony Braga dan David Weisburd dalam “Police Innovation and Crime Prevention: Lessons Learned from Police Research over the Past 20 Years” (2007), kata inovasi dan terintegrasi adalah kata-kata kunci yang penting dijadikan awal pendekatan mensukseskan tugas-tugas kepolisian di era modern. Selanjutnya. pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto pernah menyatakan bahwa institusi kepolisian harus senantiasa menciptakan terobosan pendekatan ke masyarakat dengan menerapkan teknik-teknik yang lebih sesuai dengan zamannya. Tampaknya penciptaan program ini jelas dimaksudkan sebagai upaya kepala Polri yang baru dalam merealisasikan harapan-harapan berdasarkan kritikan-kritikan masyarakat yang mempermasalahkan miskinnya kreativitas dan terobosan pelayanan kepolisian selama ini.
Mengapa Ruang Pengaduan Terhadap Pelayanan Publik Terpadu amat strategis bagi modernisasi polisi?
Inovasi pelayanan publik berbasis teknologi informasi sebenarnya sudah dimulai beberapa waktu lalu. Pada 2016 misalnya, dilaporkan telah ada tujuh inovasi pelayanan publik yang dibangun pada jajaran Polda Jawa Timur. Khususnya pada website Polri sendiri, ruang bagi pengaduan sudah tersedia meskipun kekurangan-kekurangan dianggap masih dijumpai di sana-sini. Selanjutnya, pada laporan Ombudsman RI atas kajian singkat atas responsivitas saluran informasi atau kontak lembaga instansi penegak hukum, dilaporkan bahwa dari 10 satuan kerja Polri yang ada, ternyata hanya empat yang dapat diakses. Masyarakat mendambakan perbaikan dan peningkatan pelayanan publik melalui daring dan media sosial, tidak hanya secara formalitas tapi benar-benar yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Menanggapi persoalan tersebut, anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala menyatakan keberadaan saluran informasi terpadu dan mudah diakses menjadi jawaban terhadap citra penyelenggara pelayanan publik yang selama ini dianggap lambat dan berbelit. (21/4/2020)
Penerapan program ini tampak makin istimewa karena menunjukkan bahwa kebijakan Kapolri atas pelayanan publik memberi porsi yang lebih luas pada kultur kepolisian Indonesia agar lebih mengedepankan ketetapan, kecepatan dan produktifitas sesuai doktrin kepolisian. Menurut Dr Ilham Prisgunanto, pelayanan publik berbasis teknologi informasi harus menjadi fokus diperlukan mensukseskan upaya ini selain juga menunjukkan upaya penerapan elemen pengawasan yang berpotensi mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan polisi sehingga Polri sebagai lembaga penegakan hukum di Indonesia mendapat imej yang buruk.
Langkah inovasi seperti ini, seperti yang telah ditunjukkan oleh T A Johnson; G E Misner dan L P Brown dalam Police and Society–An Environment for Collaboration and Confrontation (1981), berpotensi memberikan ruang bagi masyarakat ikut terlibat dalam proses pengawasan yang lebih transpara seraya menaikkan kepercayaan segi pelayanan dan bidang-bidang penegakan hukum serta keadilan lain yang lebih luas.
Target Jangka Pendek
Pemanfaatan teknologi informasi di era baru kepemimpinan Polri baru ditandai dengan upaya penciptaan aplikasi terpadu satu pintu yang akan berguna dalam mengimplementasikan upaya pengurangan interaksi-interaksi dalam mengatasi keterbatasan dan peluang terjadinya pelanggaran yang selama ini kerap terjadi. Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo telah menggariskan program-programnya untuk menciptakan Polri sebagai yang institusi Presisi (prediktif, responsibilitas, transparan, dan berkeadilan), yakni lewat pengimplementasian program-program menantanga namun memberi harapan-harapan baru.
Pemanfaatan teknologi untuk kelahiran pelayanan publik yang terintegrasi, melakukan pendekatan yang berbasis data dan teknologi informasi terkini, akan menghasilkan kinerja kinerja Polri yang cepat, mudah, efisien dan efektif. Upaya ini harus didukung sepenuhnya, terutama dalam penetapan target jangka pendek tersedianyaruang pengaduan masyarakat yang dapat dilayani oleh fungsi pengawas Divpropam, Itwasum, atau Bagwassidik. Akhirnya, komitmen kuat yang dibarengi oleh pendekatan inovatif, baru dan terintegrasi, akan menyumbangkan proses ke arah profesionalitas lembaga kepolisian yang akandapat sejajar dengan mitra-mitranya di negara lain dalam era baru kepolisian yang modern. (ISK/dari berbagai sumber)