Pilarberita.com – Gaza kembali dilanda serangan udara setelah militer Israel secara sepihak melanggar gencatan senjata pada Selasa, 18 Maret 2025. Serangan ini menargetkan berbagai lokasi di Jalur Gaza dan menewaskan sedikitnya 100 orang, termasuk anak-anak, menurut laporan petugas medis. Ini merupakan serangan paling brutal sejak kesepakatan gencatan senjata diberlakukan pada 19 Januari.
Pesawat tempur Israel menghantam Sekolah Al-Tabi’in di lingkungan Al-Daraj, pusat Kota Gaza, yang saat itu menjadi tempat pengungsian warga. Sedikitnya lima orang dilaporkan tewas, sementara banyak lainnya mengalami luka-luka. Selain itu, serangan udara juga menyasar tenda-tenda pengungsi di daerah Mawasi, sebelah barat Khan Younis, mengakibatkan sejumlah korban jiwa dan luka-luka.
Seorang pejabat senior Hamas menuding Israel telah membatalkan kesepakatan gencatan senjata tanpa koordinasi. Sementara itu, pihak militer Israel tidak memberikan perincian lebih lanjut mengenai serangan yang terjadi. Namun, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu merilis pernyataan bahwa militer diperintahkan untuk “mengambil tindakan tegas terhadap organisasi teroris Hamas.”
“Ini sebagai respons atas penolakan Hamas untuk membebaskan para sandera serta sikap mereka yang terus menolak berbagai proposal yang diajukan oleh Utusan Presiden Amerika Serikat, Steve Witkoff,” demikian pernyataan resmi pemerintah Israel.
Serangan udara ini tidak hanya menghantam pusat Kota Gaza, tetapi juga menyasar Deir Al-Balah di Gaza tengah, Khan Younis, dan Rafah. Layanan darurat sipil Palestina melaporkan sedikitnya 35 serangan udara terjadi di berbagai titik.
Tindakan agresi ini memperburuk ketegangan antara Israel dan Hamas yang sebelumnya telah berselisih terkait keberlanjutan gencatan senjata tiga fase yang disepakati pada 19 Januari. Kesepakatan tersebut mencakup tiga tahapan gencatan senjata yang masing-masing memiliki peran dalam upaya meredakan konflik.
Dalam pembicaraan yang dimediasi oleh negara-negara Arab dan Amerika Serikat selama dua pekan terakhir, kedua pihak masih belum mencapai kata sepakat mengenai kelanjutan perjanjian tersebut. Israel menolak untuk memasuki fase kedua, yang seharusnya dimulai setelah fase pertama berakhir dalam enam pekan.
Israel bersikeras memperpanjang tahap pertama guna memperoleh lebih banyak pembebasan sandera. Namun, mereka menolak untuk menarik pasukan dari Gaza sebagaimana disyaratkan dalam fase kedua kesepakatan. Hal ini memicu kebuntuan dalam negosiasi dan meningkatkan ketegangan yang kini berujung pada kembali memanasnya konflik di wilayah tersebut.
Serangan ini juga mendapat reaksi keras dari komunitas internasional, yang sebelumnya berharap gencatan senjata dapat membuka jalan bagi perundingan damai yang lebih luas. Namun, dengan serangan terbaru ini, prospek perdamaian semakin suram dan krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk.