Pilarberita.com – Lonjakan signifikan jumlah kendaraan yang meninggalkan wilayah Jabotabek selama libur panjang Paskah 2025 kembali menunjukkan lemahnya kesiapan infrastruktur jalan tol nasional dalam menghadapi lonjakan volume lalu lintas. PT Jasa Marga (Persero) Tbk mencatat total 313.695 kendaraan keluar dari Jabotabek pada Jumat hingga Sabtu, 18-19 April 2025. Meskipun data ini menggambarkan antusiasme masyarakat untuk bepergian, realitas di lapangan memperlihatkan potensi kemacetan dan ketidakefisienan pengelolaan lalu lintas.
Empat gerbang tol utama yang mencatat arus keluar terbesar mencakup GT Cikampek Utama (arah Trans Jawa), GT Kalihurip Utama (arah Bandung), GT Cikupa (arah Merak), dan GT Ciawi (arah Puncak). Namun, peningkatan ini seolah tidak diiringi dengan pembenahan sistem dan fasilitas pendukung yang memadai.
Mayoritas kendaraan, sebanyak 141.724 unit atau 45,2 persen, memilih arah Timur menuju Trans Jawa dan Bandung. Sisanya, 88.341 kendaraan (28,1 persen) menuju arah Barat (Merak), dan 83.630 kendaraan (26,7 persen) ke arah Selatan (Puncak). Angka-angka ini menunjukkan distribusi lalu lintas yang padat dan berpotensi menimbulkan kemacetan berkepanjangan, terutama di titik-titik pertemuan jalur antar daerah.
Ironisnya, meskipun peningkatan ke arah Trans Jawa mencapai 1,51 persen dari kondisi normal, data menunjukkan arus ke arah Bandung melalui GT Kalihurip Utama justru menurun tipis sebesar 0,32 persen. Penurunan ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas jalur tersebut dalam menampung lonjakan kendaraan atau justru karena pengguna jalan menghindari titik rawan kemacetan yang selama ini dikenal di jalur menuju Bandung.
Situasi lebih mencemaskan terlihat pada jalur ke arah Barat (Merak). Jumlah kendaraan yang melintas menurun drastis hingga 13,01 persen dibanding lalu lintas normal. Penurunan signifikan ini patut dicermati, karena bisa mencerminkan ketidaknyamanan pengguna jalan terhadap kondisi ruas tol di kawasan tersebut—baik dari segi kemacetan, kualitas jalan, maupun kurangnya fasilitas penunjang.
Sementara itu, lonjakan ke arah Selatan menuju kawasan wisata Puncak melalui GT Ciawi mengalami kenaikan sebesar 2,46 persen. Angka ini memperlihatkan belum adanya pembatasan yang tegas terhadap mobilitas menuju kawasan yang selama ini dikenal sebagai titik kemacetan kronis, terlebih di masa libur panjang. Padahal, berbagai imbauan dan wacana pembatasan sudah lama digaungkan, namun hingga kini belum berbuah nyata di lapangan.
Peningkatan arus lalu lintas selama hari raya seperti Paskah 2025 ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pengelola tol dan otoritas transportasi. Ketidaksiapan menyambut momen libur panjang berisiko memperparah kemacetan, meningkatkan potensi kecelakaan, serta mengganggu kenyamanan masyarakat yang hendak menikmati waktu liburnya.
Sayangnya, hingga kini belum terlihat strategi konkret atau inovatif dari pihak terkait untuk mengantisipasi lonjakan serupa di masa mendatang. Publik pun kembali dihadapkan pada realitas bahwa setiap momentum liburan selalu identik dengan kelelahan di perjalanan akibat sistem lalu lintas yang tidak responsif terhadap perubahan pola mobilitas masyarakat.
Jika pemerintah dan pengelola jalan tol terus membiarkan pola ini berulang tanpa evaluasi menyeluruh, maka citra Indonesia sebagai negara dengan infrastruktur transportasi modern hanya akan menjadi ilusi belaka.